1. Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya
merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan
para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling menolong.
Transaksi Syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat
(sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas
kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi Syariah berdasarkan prinsip saling
mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun),
saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
2. Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur.
B. Unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (zalim). Esensi zalim (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
C. Unsur judi dan sikap spekulatif (maysir). Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).
D. Unsur ketidakjelasan (gharar). Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain:
b. menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual.
c. tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa;
d. tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran;
e. tidak adanya ketegasan jenis dan obyek akad;
f. kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi;
3. Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan Syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi Syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan Syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap.
a. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);
b. akal (‘aql);
c. keturunan (nasl);
d. jiwa dan keselamatan (nafs); dan harta benda (mal).
4. Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya
meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik,
sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek
pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi Syariah tidak hanya menekankan pada
maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik
(shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada
pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat
adanya suatu kegiatan ekonomi.
5. Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya
dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan
semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
6. Transaksi Syariah terikat dengan nilai-nilai
etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara
koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang merupakan cerminan
aktivitas investasi dan perdagangan.